Blender untuk MPASI? Ini Dia Plus dan Minusnya


JIKAJADIBUNDA - Hai ... kali ini aku akan kembali membahas tentang MPASI. Apa itu MPASI? Makanan Pendamping ASI. Yaitu makanan yang diberikan untuk anak usia 6 bulan sampai dengan 2 tahun. Kenapa pendamping? Karena ASI masih dibutuhkan untuk anak di usia tersebut.

Baik, sesuai dengan judulnya, aku akan bahas tentang blender. Siapa sih yang gak kenal blender? Aku yakin deh semuanya pasti tau. Biasanya blender dipakai untuk melumatkan makanan, bumbu masakan, atau sering juga dipakai untuk membuat minuman seperti Pop Ice atau jus. Fungsi blender yang tak lain adalah menghaluskan dan mencampur bahan makanan memang sangat cocok digunakan untuk MPASI. Tapi ada gak sih hal minus dari si blender ini dalam tahapan MPASI? Simak tulisannya sampai selesai ya!

Pertama, poin plus atau keunggulan. Blender menawarkan cara cepat untuk menghaluskan makanan. Untuk anak usia 6 bulan, dimana makanan memang masih halus, penggunaan blender menang sangat pas. Masukkan saja semua bahan matang, tambah air atau kaldu sedikit, tekan tombolnya, dan taraaa~ dalam hitungan beberapa detik, makanan sudah halus. Bahkan bisa seperti jus yang sangat halus. Untuk es batu saja bisa halus, bagaimana dengan daging ayam/sapi? Ah itu hal enteng! Mungkin itu kata si blender  kalau dia bisa ngomong. Hehe

Sekarang aku akan sebutkan poin minusnya atau kekurangannya. Aku temukan ini berdasarkan pengalaman pribadi, teman-teman, dan juga ilmu dari dr. Regia (@regia18) yang ku ikuti Kulwap MPASI-nya dulu.

Ternyata, blender akan menyulitkan anak naik tekstur. Kenapa? Karena makanan akan berbentuk sangat halus dan cenderung encer. Hal itu membuat anak langsung menelan makanannya dan tidak mendukung proses belajar mengunyah. Alhasil, saat usianya sudah 8 atau 9 bulan, waktunya naik tekstur dia agak kesulitan dan tidak terbiasa makanan agak bertekstur dan padat.

Rupanya belum banyak yang tau soal ini. Sehingga sampai sekarang masih banyak sekali ibu-ibu yang menghaluskan MPASI-nya menggunakan blender dan menemukan kesulitan naik tekstur saat umur 8-12 bulan. 

Beberapa contoh kasus yang sering ditemukan karena sulit naik tekstur di antaranya anak jadi pilih-pilih makanan (picky eater). Anak cenderung memilih makanan yg rasanya dan teksturnya dia suka. Selanjutnya ada juga yang malas mengunyah, jadi anak cenderung mendiamkan makanan dalam mulut dalam waktu lama sampai air liurnya membuat makanan itu menjadi lunak untuk kemudian ditelan. Kita biasa menyebut itu ngemut. 

Contoh efek yang lebih serius adalah GTM. Anak bener-bener ga mau makan yang bertekstur kasar karena sulit dicerna. Kalau sang ibu kurang pengetahuan dan kurang sabar, bisa jadi ibu menjadi stres dan memaksa anak makan, hingga anak bisa kemudian menjadi trauma makan. Jika hal itu sudah terjadi, akan semakin sulit untuk melatih anak mau makan kembali. (Amit-amiit, jangan sampe yaa bu ibu).

Trus alternatif nya apa kalau gak pakai blender??
 
Ada dong, sebuah alat yang murah dan berguna, yaitu saringan! Bisa kawat atau plastik. Bunda bisa langsung melumatkan makanan yang sudah matang di saringan, maka teksturnya akan lebih padat dan bergerenjil kecil-kecil. Lebih bertekstur dan cocok untuk belajar mengunyah. Biasanya, anak yang dari awal MPASI-nya sudah menggunakan saringan, akan lebih pintar naik tekstur. Umur 7 jalan 8 bulan sudah gamau bubur halus. Dan umur 9 bulan maunya nasi lembek. Hal itu bagus, mengingat target belajar makan pada anak sampai usia 12 bulan adalah makanan keluarga yang biasa ibu dan ayahnya makan. Yaitu makanan yang sudah tidak perlu dihaluskan. 

Oiya, dulu, sebelum tau ilmunya, aku juga pernah pake blender. Awalnya aku memang gak pakai, karena belum punya.🤭 Terus sampai pada satu saat tangan aku sakit dan gak bisa nyaring, kemudian aku harus pakai blender.

Aku juga merasa sangat terbantu karena simpel. Aku pakai blender sekitar 3 minggu karena keasikan, padahal tangannya udah sembuh. hehe Saat Rausyan mau naik tekstur, aku kesulitan nyiapin makanan pakai blender. Karena selalu kehalusan. Akhirnya blender bunda tinggalkan. Untuk kemudian mulai naik tekstur. Dan baru setelah itu, Aku dapat ilmu tentang fakta blender dan  juga cerita dari teman-teman lain. Beruntungnya bunda tidak terlalu lama menggunakan blender. Dan Rausyan tidak terlalu terlambat belajar makanan yang lebih bertekstur.

Oiya, sekali lagi Bunda kasih tau ya.. hal-hal di atas merupakan pengalaman pribadi dan teman-teman bunda. Jika bu ibu di luar sana ada yang tidak memiliki kesulitan meskipun menggunakan blender, berarti ada faktor lain yang mendukung, dan satu yang perlu kita ingat bahwa kemampuan anak yang satu dan yang lainnya berbeda-beda. Beruntungnya ibu kalau punya anak yang tidak punya kesulitan makan. Banyak-banyaklah bersyukur. :) 

Setelah menyimak beberapa pengalaman yang sudah aku ceritakan di atas, silakan ambil kesimpulannya sendiri. Karena pada akhirnya bu ibulah yang berhak bersikap apa terhadap anak. Aku yakin, bu ibu adalah ibu yang terbaik untuk anakmu sendiri. Pasti akan memilih sikap dan cara terbaik dalam mendidik dan merawat anak. Jangan lupa untuk menaburkan cinta dan sayang pada setiap momen yang tak kan terulang ini.

Terima kasih sudah membaca, semoga ada manfaatnya.
Salam sayang dari Bunda Rausyan. 
Sampai jumpa pada tulisan aku yang selanjutnya.

Kalau kamu merasa tulisan ini bermanfaat, silakan gunakan tombol share di bawah dan bagikan info ini ke saudara dan teman-temanmu ya.

Posting Komentar

1 Komentar

  1. Numpang promo ya Admin^^
    ayo segera bergabung dengan kami di ionqq^^com
    dengan minimal deposit hanya 20.000 rupiah :)
    Kami Juga Menerima Deposit Via Pulsa & E-Money
    - Telkomsel
    - GOPAY
    - Link AJA
    - OVO
    - DANA
    segera DAFTAR di WWW.IONPK.ME (k)
    add Whatshapp : +85515373217 x-)

    BalasHapus